.: Jendela Rumah

Al-Islam
Nabi Muhammad
Manajemen Qalbu
EraMuslim
Balita Anda
Pujangga Malam
Blogger Family
Muslim Blogger
Bank Niaga
DetikCom
Koran Republika
Koran Kompas


.: Rumah Kontrakan

Di Multiply :
ozzan.multiply.com
via GPRS :
rumahozzan-wap.blogspot.com


.: Tetangga




.: Penting


JANGAN ASAL COPY PASTE..

Solidaritas untuk anak Indonesia






Tafakur Diam

"Maka hendaklah berkata yang baik-baik atau diamlah."
Nabi Muhammad saw.

Seorang pujangga Arab pernah berkata, "Lidah itu lebih tajam dari ujung tombak yang terhunus." Atau, barangkali, sebagian kita ada yang berpikir lebih dari apa yang diperumpamakan pujangga Arab itu. Bahwa sebilah ujung tombak belumlah memadai untuk melukiskan perihnya lidah. Bisa jadi, kejahatan lewat lidah itu memiliki daya penghancur layaknya sebuah dinamit yang mampu meluluhlantakkan satu bangunan megah.

Begitulah, betapa tutur kata yang keluar dari sepotong lidah bisa lebih menyakitkan ketimbang benda-benda tajam lainnya. Ia bukan sekedar sebaris kalimat yang meluncur dari mulut kita, lalu hilang bersama angin, Tapi juga sederet makna dan pesan yang bisa ditangkap oleh setiap orang dengan segala tafsirnya. Dan kemudian, ia menyelinap ke dalam sanubari sang pendengar. Ada yang terluka karena kata-kata yang kita sampaikan, ada pula yang merasa dibahagiakan.

Persoalannya kita tidak tahu, apakah kata yang kita ucapkan itu menyakitkan atau meneduhkan? Kata-kata itu mbrojol keluar begitu saja, entah dalam perbincangan sehari-hari, diskusi atau pun dalam sekadar senda gurau belaka. Bagi kita yang bertutur, mungkin tidak jadi masalah, namun belum tentu bagi orang yang mendengar.

Bagi mereka, sejumlah kata yang melukai akan memiliki pengaruh yang luar biasa. Mulai dari orang yang menerimanya dengan tangis, dendam kesumat, sumpah serapah, kutukan, merasa terhina, baku hantam, putus asa, sampai pembunuhan sekalipun. Karena itu, pernahkah kita merenungkan dampak-dampak tersebut dihati mereka? Pernahkah kita membayangkan sakitnya berada pada posisi mereka?

Dari sini nampak, bahwa kejahatan lidah lebih berbisa dari sekadar bisa ular. Ia bahkan menjadi tempat segala keburukan bermuara. Tak aneh, bila Al-Harits Al-Muhasibi, dalam buku Adab al-Nufus (Tulus Tanpa Batas versi terjemahnya), berkomentar, "Janganlah lengah soal lidah, sebab ia bagaikan seekor hewan buas berbahaya yang mangsa pertamanya adalah pemiliknya sendiri. Tutuplah pintu omonganmu sekuat-kuatnya. Jangan membukanya kecuali jika harus membukanya. Jika engkau membukanya, maka hati-hatilah. Penuhi kebutuhanmu untuk berbicara sekadarnya saja dan tutup lagi lisan itu."

Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menyodorkan 'diam' sebagai solusinya. Sabdanya, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah swt. dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau (kalau tidak) diamlah." (H.R. Bukhari)

Dari sinilah, diam menjadi teramat penting maknanya. Dengan diam, kita belajar menyaring kata, menakar ucapan, dan menyampaikan kata sesuai porsi dan keperluannya. Dan, sekiranya kita harus mengeluarkan kata-kata, sebaiknya sederet kalimat yang kita lahirkan telah tersaring menjadi sebuah ungkapan yang benar-benar berfaedah. Begitu pula, dalam bersenda gurau.

Dengan cara ini, kita tidak hanya menjadi penutur yang baik, tapi juga pendengar yang bijak. Jika tidak, maka bersiap-siaplah memasuki pintu neraka sebagaimana Rasulullah katakan kepada Mu'adz bin Jabal, "Tidak mungkin manusia akan terus di dalam neraka kecuali karena hasil panen lidah mereka." (HR. Tirmidzi).

Wallahu'alam bil shawab.


(sumber "Hidayah" intisari Islam)




.: Tentang Lia

Lia Sulviana
Born on March, 25
Location : Pejaten, Pasar-Minggu, Jakarta, Indonesia.
Loves : read, to eat, chating, movies, and music
YM & Mail : lhee_tik@yahoo.com
MSN : lhee_tik@hotmail.com

.: Album Foto



.: Tulisan Baru

  • Hai Pagi!



  • .: Ketuk Pintu

    Name :
    Web URL :
    Message :



    .: Tulisan Lama




    .: Komunitas RO






    Use 800x600 For Best view
    Powered by Blogger, AnaStein, Doneeh, Photobucket,
    Geocities Wdcreezz & HaloScan